Teriyaki-Buku Harian

 

Beberapa jam setelah saya dimakamkan, saya melihat dari sudut atap kamar si kembar, Yaki sedang menulis di buku harian…..

 

” Kuda pertama yang ayah tunggangi sebenarnya adalah kuda poni.” kalimat pertamanya dimulai.

Ketika ayah masih berumur enam tahun dan tinggal di kota kecil Bischa, pinggiran Singapura yang kala itu masih asri. Ayah tetap menolak karena ingin menjadi koboy sejati, meskipun kakek yang sangat menggemari berkuda, tekun melatihnya dua kali seminggu.

Tepat di usia saya dan Teri yang ketiga, kami diajak berlibur ke Singapura.

Pagi itu, dua jam perjalanan dari penginapan, sampai akhirnya kami sampai ke pertanian Pak Autumn untuk silaturahmi. Sepeninggal kakek, pertanian tersebut dijual ke Pak Autumn untuk biaya sekolah lanjutan ayah dan ketiga adiknya. Satu-satunya peninggalan kakek bagi ayah adalah topi koboinya.

Topi koboi itu juga diwarisi kepada saya dan Teri untuk dipakai bergantian.

Masih ada di lemari buku kami, di laci bawah. Kami sama sekali belum memakai, karena janji untuk ke pacuan kuda masih beberapa bulan lagi, saat liburan panjang sekolah.

*Yaki mengusap air matanya, lagi dan lagi.

Beliau sangat bersahaja, saya dan Teri dianggap bagai cucu beliau. Pak Autumn tidak menikah. Terlihat anak gadis yang diadopsi pak Autumn yang usianya kira-kira dibawahku sedang mengenakan sepatu larsnya. Entah apa yang hendak dilakukannya kemudian. Kami sempat berkenalan sesaat, namun dia masih malu-malu, namanya Deasy.Belum sempat aku menaiki kuda poni coklat cofee kesukaan Pak Autumn, mendadak beliau terkena serangan jantung. Nyawa pak Autumn tak tertolong dalam perjalanan ke klinik terdekat. Pesan beliau hampir tak jelas terdengar.”

Saya dan Teri menangis tersedu-sedu. Kami sangat kehilangan, padahal baru saja beberapa jam bertemu.

Malam ini saya masih sangat kehilangan, ayah pergi karena serangan jantung juga. Terlalu tiba-tiba bagi saya dan Teri yang masih muda. Entah tiba-tiba juga tidak bagi ibu. Ibu hanya terlihat murung, air matanya tidak terkuras banyak sejak pagi tadi di rumah sakit.

Tapi saya sudah tak memikirkan.

Yang saya tahu, kami si kembar sangat sedih. Sangat kehilangan

*Yaki mengusap air matanya, lagi dan lagi. Bahkan kali ini air mata bercampur ingus.

Saat ini, apa ayah sudah bertemu kakek, nenek dan pak Autumn?

 

Yaki menutup buku hariannya, lalu mengambil topi koboi dan memakainya. Ia berbaring di samping kakaknya Teri, lalu menutup wajahnya dengan selimut bercorak kuda poni. Di sebelahnya, tampak Teri sedang menahan suara tangisannya, sambil menatap sendu gambar topi koboinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Scroll to top